Sugeng Rawuh | Wilujeng Sumping | Selamet Dheteng | Rahajeng Rauh | Salamaik Datang | Horas | Mejuah-Juah | Nakavamo | Slamate Iyoma| Slamate Illai | Pulih Rawuh | Maimo Lubat |

Salamku, Sahabat


Awal Mei kemarin, untuk kali pertama kami menginjakkan kaki di Cilegon, Banten, karena ada acara kondangan seorang kawan. Pulangnya mampir ke pantai yang ntah apa namanya di daerah Anyer (lupa ga sempat nanya juga) jadi teringat bukunya Pramoedya yang judulnya “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. Di buku itu, Pram menceritakan secara ringan perjalanannya dari Anyer – Panarukan selama rentang waktu hidupnya pada saat muda. Karena sekarang kami terhitung masih muda, (hehe) ingin melakukan hal yang sama dengan Pram. Ingin kami injakkan kaki di jalur yang pernah menjadi jalur terpenting nusantara, Anyer – Panarukan.
Berbekal ide sederhana itu, kami mulai bermimpi untuk bisa menginjakkan kaki di tempat-tempat yang dilalui oleh jalur pos, jalur Daendels itu. Kami mulai menginventarisir tempat-tempat mana yang dilalui jalur itu dan ada apa dengan kota-kota yang dilalui jalur itu. Secara urut dari Barat ke Timur, dari Anyer ke Panarukan, kota-kota tersebut adalah Anyer, Cilegon, Banten, Serang, Tangerang, Jakarta, Depok, Bogor, Cianjur, Cimahi, Bandung, Sumedang, Cirebon, Losari, Brebes, Tegal, Pekalongan, Batang, Weleri, Kendal, Semarang, Demak, Kudus, Pati, Juwana, Rembang, Tuban, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Porong, Bangil, Pasuruan, Probolinggo, Kraksan, Besuki dan Panarukan. 37 (tiga puluh tujuh) titik, kurang lebih 1000 km.

Dari ide dan mimpi itu kami kembangkan menjadi aturan, setiap kota yang kami kunjungi, tujuan utama adalah kantor pusat pemerintahan, Balai Kota atau Kantor Bupati, Kantor Gubernur kalau kota itu adalah sebuah Ibu kota Provinsi. Tujuan utama kedua adalah museum yang ada di kota itu, jika museum lebih dari satu (atau mungkin lebih dari dua seperti Jakarta) maka disusun yang paling berhubungan dengan sejarah kota itu. Sisanya adalah situs-situs yang berhubungan dengan budaya dan sejarah nasional, khususnya sejarah Jalan Pos, Jalan Daendels. Dari tujuan kami kembangkan aturan selama perjalanan, kendaran utama kami adalah angkutan umum, kereta, bus, angkutan kota dan kaki (karena kami adalah komunitas manusia pejalan kaki, hihi, ngirit juga sebetulnya tujuannya ^^). Sebisa mungkin dan sangat mungkin kami tidak menggunakan travel atau taksi, karena, mahal…hehe ^^, selain itu manalah kami bisa bercerita kalau cuma duduk dan tidur kemudian nyampe..ga seru ah.
Satu lagi, sejauh ini kami cuma beranggotakan empat orang bersaudara, Te, Elin, Deden dan Padin, tidak berarti menutup bagi kawan-kawan yang ingin merasakan petualangan susah dengan kami, bagi yang berminat, mari kita berjalan bersama…^^ salam-salam.
Te.
Biasanya didaulat sebagai ketua rombongan karena yang tertua dan terganteng...^^. Te juga merangkap sebagai tukang jepret alias tukang fotonya, segala hal yang berhubungan dengan abadi mengabadikan moment adalah tanggung jawabnya. Berbekal kemampuan ala kadarnya tentang fotografi, Te memberanikan diri untuk menanggung segala urusan dokumentasi film. Ciri-ciri fisik Te, siapa tau bertemu di jalan, ganteng (jelas karena dia laki-laki, ga mungkin cantik), bermata empat alias berkaca mata, berkulit (agak) gelap, (tidak) terlalu tinggi dan berat badan ideal (bagi olahraga tinju...^^). Itulah sekilas tentang Te.

E-Lin
Dialah pengatur segala urusan keuangan selama perjalanan MPK. Tukang tagih handal yang tak pernah gagal dalam urusan kredit macet anggota. Selain berfungsi sebagai tukang tadah uang anggota, E-Lin juga berguna untuk urusan konsumsi, dialah penyedia dan pembawa konsumsi selama perjalan (umumnya menggunakan biaya anggota juga si sebagai modal belanja). Ciri-ciri fisik, perempuan, berkulit manusia Indonesia kebanyakan, berambut panjang (tapi tidak bolong punggungnya), tinggi badan (lumayan) untuk ukuran perempuan dan berat badan yang (agak) seimbang.
Deden
Laki-laki kedua dalam rombongan MPK. Pendiam dan berguna ketika dalam urusan-urusan yang genting, bertanya jalan misalnya...^^. Keahlian utamanya adalah tidur, sehingga sangat membantu anggota lainnya dalam urusan makan di perjalanan. Ketika semua anggota makan, dia tidur, ketika semua anggota ngobrol di perjalan, dia tidur, dan ketika semua anggotapun tidur, dia tetap tidur. Ciri-ciri fisik, berambut Mohawk ala Bambang Pamungkas pas lagi Mohawk, tinggi badan (cukup) tinggi dengan berat badan yang (kurang) ideal. Berkulit (agak) gelap dan gemar memakai sandal (apa hubungannya...^^).
Padin
Anggota termuda dalam perjalanan MPK, tapi jangan salah, dialah yang paling ribut dalam rombongan, apalagi kalau urusan makanan, dia seakan menjadi yang paling tua disitu. Posisinya di dalam rombongan adalah sebagai Tukang Jepret II. Ketika tukang jepret I terlalu semangat untuk berburu gambar yang tidak penting, Tukang Jepret II inilah yang mengamankan kondisi dengan mengambil gambar-gambar yang penting. Ciri utama, ribut, ciri fisik utama tinggi badan di atas rata-rata perempuan Indonesia, berat badan ideal dengan warna kulit seperti Te dan Deden.
Itulah untuk sementara anggota MPK, ada yang berminat bergabung?

3 comments:

Diolla Gleadyanova December 15, 2010 at 7:58 AM  

seruuuuu! kapan ada jalan bareng lagi? siapa tau bisa ikut ;)

boncel July 9, 2011 at 4:38 PM  

uuuuaaaaallllahhhhh,,,,,
rasanya pengen gabung,,,,

Pejalan Kaki July 14, 2011 at 11:10 AM  

dimanakah posisi kawan-kawan sekalian?

Post a Comment

Indonesia Barat